OPTIMALISASI UPAYA BINTER KODIM
1605/BELU DALAM RANGKA MENCEGAH TERORISME DAN RADIKALISME DI WIL PERBATASAN RI –
RDTL
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu
dan teknologi yang demikian cepat pada era globalisasi ini, memberikan pengaruh
yang sedemikian besar terhadap peradaban manusia di
muka bumi ini dalam menjalankan
kehidupannya. Khususnya dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang seakan-akan telah mendekatkan jarak, waktu dan ruang hanya dalam hitungan
waktu yang sangat singkat. Arus informasi sudah tidak bisa dibendung dan
dihalangi, hal ini tentu memberikan kemudahan dalam mengakses informasi
walaupun terpisahkan oleh jutaan mil dan perbedaan waktu. Banyak sekali hal
positif yang bisa dirasakan manfaatnya, akan tetapi siapa yang dapat membantah
ekses negatif senantiasa menyertai dalam setiap perkembangannya. Tugas manusia yang seharusnya disadari adalah
mencegah ekses negatif yang timbul dapat diminimalisasi, bukankah suatu yang
tidak mungkin menghilangkan sama sekali ekses negatif tersebut. Dalam kaitannya dengan keadaan bangsa
Indonesia, kemajuan ilmu dan teknologi seyogyanya mampu mempercepat atau
memberi arah pada perwujudan cita-cita luhur bangsa. Yaitu mewujudkan
masyarakat adil, sejahtera yang bersendikan ideologi bangsa, yakni
Pancasila.
Di tengah gencarnya
era globalisasi tersebut, dan perkembangan IPTEK bangsa Indonesia masih
dihadapkan dengan berbagai isu keamanan yang akan berdampak terhadap kehidupan
nasional. Guna menghadapi sejumlah isu keamanan di wilayah perbatasan tersebut,
pemerintah telah menerapkan berbagai undang-undang atau aturan dan kebijakan
yang bertujuan untuk menjaga kehormatan
negara, menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta untuk melindungi keselamatan bangsa dari setiap
ancaman baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Arus globalisasi yang mendunia ini, juga membawa dampak
yang sangat besar bagi kehidupan bangsa Indonesia, ditengah – tengah pergaulan
dan Interaksinya dengan dunia Internasional.
Globalisasi yang menerpa
Indonesia seolah – olah telah menggeser zaman ideologi menjadi zaman ekonomi,
dimana tujuan utama setiap bangsa saat ini lebih diarahkan kepada pengembangan
ekonominya, tanpa diikuti pengembangan nilai – nilai ideologi dasar yang
melekat pada bangsa tersebut. Sebagai
bangsa yang memiliki kemajemukan dalam susunan masyarakatnya, dari segi budaya , bahasa dan agama, dan
dengan Ideologi yang terbuka yaitu Pancasila,
bangsa Indonesia sangatlah rentan terhadap pengaruh dari luar yang tidak
seiring dengan budaya bangsa Indonesia sendiri. Reformasi yang bergulir, yang mengangkat
simbol – simbol kebebasan menyatakan pendapat, keterbukaan Informasi,
pembasmian KKN, serta penegakan supremasi Hukum , telah membawa perubahan –
perubahan yang mendasar bagi bangsa
Indonesia, dimana perubahan tersebut ada yang membawa pengaruh positif, akan
tetapi juga banyak membawa pengaruh yang negatif. Sebagai contoh adalah dilakukannya amandemen
pada batang tubuh UUD 1945, bahkan ada upaya – upaya dari sekelompok masyarakat
tertentu yang ingin merubah UUD 45 secara total dengan UUD yang baru. Kondisi ini jika tidak disikapi secara baik,
dapat membawa dampak yang sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bangsa
Indonesia, yaitu terjadinya disintegrasi bangsa.
a. Kondisi
Daerah saat ini.
1) Aspek
wilayah. Secara astronomis Kabupaten
Belu dan Malaka terletak pada 124°
- 126° lintang selatan, dengan panjang
perbatasan ± 145,1 km, memiliki topografi bervariasi, wilayah pedalaman
berbukit-bukit, terjal, dan hutan yang lebat, sungai cukup lebar berkisar 7 s.d
100 meter. Pada umumnya wilayah
perbatasan Kabupaten Belu dan Malaka yang ada dalam teritorial Kodim 1605/Belu,
belum mendapat perhatian secara proposional. Kondisi ini terbukti dari
penanganan infrastruktur dasar sosial oleh pemerintah pusat maupun daerah masih
bersifat sektoral, fasilitas yang dibangun oleh pemerintah pusat tidak
dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah daerah. Hal positif adalah
kesepakatan pal batas darat dari kedua wilayah tersebut dengan pihak RDTL sudah
menunjukan perkembangan yang signifikan, tinggal beberapa segmen yang masih
terus diupayakan pembahasan seperti delta sungai Malibaka di daerah Dilomil
Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu. Kabupaten Belu dan Malaka merupakan wilayah
terdepan yang berbatasan dengan RDTL masih menghadapi permasalahan yang
kompleks. Daerah sepanjang perbatasan memiliki keterbatasan infrastruktur,
aksesbilitas transportasi dan komunikasi yang cukup jauh dengan pusat ekonomi
dan pemerintahan membuat kondisi sosial ekonomi masyarakat belum sepenuhnya
merasakan hasil-hasil pembangunan. Satu permasalahan utama yang dihadapi
sepanjang perbatasan RI – RDTL baik di Kabupaten Belu maupun Kabupaten Malaka
adalah kemiskinan (tingginya jumlah keluarga pra sejahtera dan kesenjangan
sosial ekonomi). Oleh karenanya, pengembangan wilayah perbatasan tidak dapat
dilakukan secara parsial. Pengelolaannya juga harus melibatkan partisipasi
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan secara komprehensif agar mampu meningkatkan
kesejahteraan mereka, karena konsepsi pengembangan daerah perbatasan antar
negara terkait dengan kehidupan masyarakat, kepastian hukum, dan berbagai
problematikanya selain pelibatan aspek pertahanan dan keamanan mengingat daerah
di sepanjang perbatasan antar negara berpontensi konflik.
2) Aspek Demografi. Ditinjau dari segi budaya dan antropologis,
penduduk Kabupaten Belu dan Malaka dalam susunan masyarakatnya terbagi atas 4
etnik besar yaitu Suku Tetun, Suku Kemak, Suku Bunak, dan Suku Dawan Manlea.
Keempat sub etnik mendiami lokasi-lokasi dengan karakteristik tertentu dengan
kekhasan penduduk bermayoritas penganut agama Katolik. Masing-masing etnik
tersebut mempunyai bahasa dan paraktek budaya yang saling berbeda satu sama
lain. Walaupun demikian dalam kehidupan sehari-hari mereka saling menerima
karena ada kesamaan dan kedekatan bahasa yaitu bahasa Tetun sebagai bahasa
daerah yang dapat dikomunikasi hampir semua etnik yang ada. Ada hubungan
kekerabatan genealogis antar warga serta kesamaan adat istiadat terutama agama. Jumlah
penduduk Kabupaten Belu dan Malaka ±
357.630 jiwa, bermukim secara tersebar di desa-desa dengan konsentrasi di ibu
kota kabupaten dan kecamatan. Hidup menurut suku-suku dan hubungan genealogis
dengan pola hidup yang masih tradisional. Sementara penduduk pendatang lebih
banyak di ibu kota kabupaten yang berasal dari berbagai etnis di Indonesia.
Penduduk asli mayoritas bekerja sebagai petani, sementara penduduk pendatang
lebih banyak bergerak di sektor swasta selain sebagai pegawai negeri. Penduduk
Kabupaten Belu dan Malaka mengalami pertambahan yang sangat besar ketika
terjadi eksodus dari Timor-Timur (RDTL) pada tahun 1999 saat mengalami
kekalahan jejak pendapat.
3) Aspek Ideologi. Kawasan perbatasan
merupakan obyek yang sangat sensitif dari berbagai hal dan dapat dimanfaatkan
oleh siapapun untuk mencari sensasional atau keuntungan dari keterbatasan.
Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke wilayah perbatasan dapat
menyebabkan masuknya pemahaman ideologi
lain seperti paham komunis ataupun liberal kapitalis, yang dapat mengancam
kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara dari masyarakat Indonesia yang
tinggal di sepanjang wilayah perbatasan negara. Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia di era reformasi saat ini bukan
lagi sebagai azas tunggal, walaupun
sudah diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat,
namun nilai-nilai pancasila cendrung diabaikan, masyarakat terutama kalangan
generasi muda enggan untuk membicarakan pancasila. Dengan kemajuan teknologi
dan perkembangan global yang semakin tak terbendungkan perlu diwaspadai paham
liberalisasi dan kapitalisme yang cendrung menciptakan situasi yang
menginginkan dirubahnya ideologi pancasila. Penghayatan pancasila saat ini tidak
lagi aktual seperti dahulu karena tidak seirama kata dan perbuatan dari para
penyelenggara negara. Oleh karena itu perlu adanya suatu metode pembinaan
tentang ideologi Pancasila yang terus menerus, tetapi tidak bersifat
indoktrinasi dan yang terpenting adalah adanya sikap keteladanan dari para
pemimpin disetiap strata pemerintahan.
4) Aspek Politik. Perkembangan situasi politik di perbatasan
khususnya Kabupaten Belu dan Malaka mengalami perkembangan yang cukup tinggi
yang diwarnai dengan isu demokratisasi dan otonomi daerah. Perkembangan yang
ada cendrung mengarah kepada pemikiran primodialisme dan ego sektoral dan
pemaksaan kehendak. Kepala daerah tidak lagi taat (loyal) pada pemerintah pusat
dan peraturan perundang-undangan yang ada pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dipahami oleh daerah cendrung melebihi aturan
yang ditetapkan (kebablasan) dengan terjadi banyak penyalagunaan wewenang yang
ditandai dengan tertundanya pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari kedua daerah
otonom yang ada sebagai momen masyarakat Belu dan Malaka dalam berdemokrasi.
Penyimpangan lain dari hakikat otonomi adalah semakin maraknya Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN). Hal ini bila tidak disikapi dapat memicu terjadinya
permasalahan yang meliputi konflik horisontal maupun vertikal yang berdampak
terhadap disintgrasi bangsa. Dampak lain dari lemahnya kebijaksanaan pemimpin
lokal dalam penundaan pemilihan kepala daerah adalah krisis kepercayaan dan
kurangnya wibawa pemerintah daerah di kalangan masyarakat. Lembaga politik yang
diharapkan sebagai penyalur aspirasi pun demikian, para politikus memiliki
kecendrungan berpikir dan berprilaku dalam kerangka kepentingan golongan atau
partai. Wawasan kebangsaan dan nasionalisme semakin memudar, hal ini ditandai
dengan pola pikir yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada
kepentingan nasional.
5) Aspek ekonomi. Wilayah perbatasan pada umumnya merupakan
daerah terbelakang, yang ditandai dengan : (1) Lokasinya yang relatif
terpencil, (2) Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, (3)
Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi (jumlah penduduk miskin dan desa
tertinggal), (4) Langkanya informasi
tentang pemerintahan dan pembangunan masyarakat. Daerah perbatasan Kabupaten
Belu dan Malaka dengan RDTL, secara umum masih belum berkembang, namun relatif
lebih baik dibandingkan dengan kawasan perbatasan di wilayah RDTL. Kegiatan
perdagangan barang dan jasa pada kedua wilayah perbatasan telah berlangsung dan
disediakan oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang cukup tinggi. Dengan
tumbuhnya kegiatan perdagangan di wilayah perbatasan menjadikan sebagian
masyarakat beralih profesi dari kegiatan bertani menjadi pedagang. Sedangkan
RDTL sampai dengan saat ini perhatian dan bantuan dari dunia internasional
termasuk PBB masih cukup tinggi karena negara baru, maka dalam jangka panjang
wilayah perbatasan ini perlu diantisipasi sebagai negara tetangga yang cepat
berkembang sehingga akan mempengaruhi masyarakat Indonesia yang hidup di
perbatasan. Perbandingannya adalah kawasan fatululi, memo, dan sisi sebagai
kawasan perbatasan terpencil dari RDTL telah mendapat penerangan/jaringan
listrik negara. Dengan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan
dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat
setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa
nasionalisme sehingga daerah perbatasan sering dijadikan sebagai pintu masuk
atau transit pelaku kejahatan.
6) Aspek sosial budaya. Dari sudut pandang struktur
masyarakat (stratifikasi sosial) Kabupaten Belu dan Malaka memiliki klasifikasi
masyarakat atas 3 golongan yang secara hirarkis terdiri dari : (a) Dasi atau
golongan bangsawan yang menempati lapisan terpusat. Dari kelompok inilah
terpilih Loro / Liurai / Na’i yang akan memangku jabatan kepemerintahan secara
turun temurun. (b) Kelompok kedua adalah golongan Renu yang tidak lain adalah
rakyat jelata yang merdeka. Dan (c) Golongan ketiga adalah Ata atau Klason
merupakan kelompok hamba sahaya. Dalam golongan ini biasanya merupakan tawanan
perang yang dijadikan budak untuk melayani kebutuhan masyarakat golongan Dasi
dan Renu. Dengan stratifikasi sosial yang ada sangat mempengaruhi pola pikir
dan prilaku hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada aspek sosial
budaya yang lain, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan perbatasan belum
mengenyam pendidikan yang memadai karena sarana pendidikan masih relatif
terbatas, dan bila ada baru pada tingkat sekolah dasar dengan tenaga
pendidik/guru yang sangat kurang. Fasilitas kesehatan, sarana dan prasarana
transportasi serta komunikasi pun masih sangat terbatas. Kondisi yang demikian
dapat menghambat terwujudnya stabilitas wilayah perbatasan dan pertahanan
keamanan negara.
7) Aspek pertahanan dan keamanan.
Wilayah perbatasan Kabupaten Belu dan Malaka cukup panjang. Pola penyebaran
penduduk tidak merata, sehingga mengakibatkan rentang kendali pemerintah,
pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan efektif dan
efisien. Aktivitas yang ada di perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik
akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan dan eksistensi
NKRI. Aspek pertahanan yang lain, daerah perbatasan rawan akan penyelundupan
dan kriminal lainnya termasuk kemungkinan aksi terorisme, sehingga perlu adanya
kerjasama yang terpadu antara lembaga yang terkait dalam penanganannya.
b. Upaya
Kodim 1605/Belu dalam mencegah masuknya terorisme di wilayah Kab Malaka dan
Belu.
Salah satu upaya
yang dapat dilakukan dalam menyikapi efek globalisasi ini bagi bangsa Indonesia
adalah dengan membangun dan meningkatkan
ketahanan nasional bangsa, yang diimplementasikan dengan ideologi Pancasila,
dimana dengan terbangunnya ketahanan nasional tersebut maka akan dapat
memberikan efek tangkal terhadap pengaruh negatif dari globalisasi tersebut
terutama terhadap warga Indonesia yang berada di wilayah perbatasan dengan
negara lain seperti RI-RDTL.
Ancaman yang dihadapi
bangsa Indonesia diperkirakan lebih besar kemungkinan berasal dari ancaman
non-tradisional, baik yang bersifat lintas Negara ( RI-RDTL) maupun yang timbul
di dalam negeri. Konflik didalam negeri
mudahnya masyarakat Indonesia dipicu oleh kerawanan sosial budaya ,
ancaman disintegrasi bangsa dan isu
SARA yang hal ini menjadikan konflik berkepanjangan seperti yang pernah terjadi
di Ambon dan Poso. Sedangkan yang bersifat lintas negara sering kali disebabkan
dengan adanya perbedaan kepentingan antar negara, dimana letupan-letupan kecil yang
terjadi dilapangan di wilayah perbatasan sering kali begitu mudahnya dapat
memicu konflik antar negara, seperti halnya Indonesia dengan Timor Leste, masih sering terjadi
konflik perbatasan yang perlu pembenahan dan penanganan yang lebih serius oleh
kedua bangsa dan isu batas wilayah negara dengan pulau-pulau terluar Indonesia
yang masih lemah di dalam pengawasannya.
Berkaitan dengan uraian diatas, maka
tulisan singkat ini berupaya untuk menjawab permasalahan tentang : Bagaiamana
upaya Binter Kodim 1605/Belu dalam rangka mencegah terorisme dan radikalisme di
wilayah perbatasan RI-RDTL?
Untuk
menjawab pertanyaan–pertanyaan tersebut diatas, berbagai kerawanan yang akan
memicu adanya diintergrasi bangsa dari ancaman dan gangguan
dimasa mendatang meliputi : a. Terorisme, b. Gerakan
separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI, c. Aksi radikalisme yang
berlatar belakang primordial etnis, RAS dan agama serta ideologi di luar Pancasila,
baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di
luar negeri, d. Konflik komunal, e. Kejahatan lintas negara, seperti
penyelundupan barang, senjata, amunisi dan bahan peledak, penyelundupan
manusia, narkoba, pencucian uang dan bentuk-bentuk kejahatan terorganisasi
lainnya, f. Kegiatan imigrasi gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan
maupun batu loncatan ke negara lain, g. Gangguan keamanan laut, h. Gangguan
keamanan udara, i. Perusakan lingkungan,
dan j. Bencana alam dan dampaknya terhadap keselamatan bangsa.
Belum
tuntasnya penentuan garis batas suatu negara terhadap negara lain dapat
berpotensi menjadi sumber permasalahan hubungan keduanya di masa mendatang.
Demikian halnya dengan Indonesia dan Timor Leste, sejak terbentuknya negara
baru Timor Leste terjadi pula perubahan status perbatasan, yang semula hanya
merupakan perbatasan daerah kini menjadi perbatasan antar negara yang
berimplikasi pada kedaulatan negara, hal ini secara tradisional belum
sepenuhnya disadari oleh penduduk diwilayah yang saling berseberangan tersebut,
dikarenakan perasaan serumpun, sehingga pelintasan batas negara dan
penyelundupan dianggap suatu hal yang wajar oleh sekelompok orang yang hanya
mementingkan akan kelompoknya , namun apabila sudah terjadi ekses negatif
dilapangan, hal tersebutlah yang akan memicu konflik antar negara.
Konflik
yang mungkin timbul dalam hubungan antar bangsa yaitu konflik yang berbasis : (1)
Politik : Setiap negara
mempunyai kepentingan masing-masing, dalam menjalankan kebijakan politik luar
negerinya tentu akan terdapat perbedaan kepentingan yang dapat memicu timbulnya
konflik, (2) Ekonomi : Kondisi
perekonomian yang tidak seimbang antara Indonesia dan Timor Leste dapat
menyebabkan terjadinya penyelundupan, pelanggaran lintas batas dikarenakan
penduduk Timor Leste berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik di Indonesia,
perbedaan nilai tukar mata uang di perbatasan yang dapat memicu timbulnya
konflik antar negara, (3) Sosial Budaya : Pemahaman penduduk
sekitar perbatasan yang merasa masih satu rumpun yang tidak menyadari bahwa
mereka sudah bukan satu negara lagi, dapat mengakibatkan adanya kegiatan lintas
batas negara yang sebelumnya dianggap hal yang biasa saja, namun pada saat
mereka melintasi pos perbatasan akan dapat terjadi permasalahan yang dapat
memicu konflik, (4) Hankam : masalah batas teritorial negara, baik batas wilayah darat,
laut dan udara antara Indonesia dan Timor Leste belum dipetakan dan disetujui
oleh kedua negara.
Untuk
dapat mengeliminir terjadinya konflik perbatasan tersebut tentunya diperlukan
kerja sama dan saling membutuhkan pengertian antara kedua negara, dalam bentuk
; (1) Pembentukan sutau Komisi untuk menerima kebenaran
fakta dan Rekonsiliasi Timor Leste,
yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan masa
lalu, (2) Pembangunan sistem lintas
perbatasan antara RI-RDTL, tidak hanya yang reguler dengan pos-pos perbatasan,
pos Bea cukai dan pos polisi semata, tetapi juga sistim lintas batas tradisional yang mudah dimengerti dan
dilaksanakan oleh masyarakat yang berada
di perbatasan RI-RDTL (3) Penempatan
pasukan pengamanan perbatasan sebagai alat penangkal dini pertahanan
negara, (4) Tindakan tegas sesuai aturan
hukum yang berlaku terhadap pelaku penyeludupan yang memanfaatkan perbatasan
negara, dan (5) Mengedepankan penyelesaian konflik secara diplomatik untuk
tingkat negara dan penyelesaian secara adat untuk tingkat masyarakat.
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000
pulau, baik pulau yang sudah berpenghuni dan memiliki nama maupun pulau yang
belum berpenghuni dan tidak mempunyai nama.
Indonesia memiliki banyak pulau-pulau terluar yang tersebar di beberapa
propinsi dan sekian banyak pulau tersebut diantaranya berbatasan langsung
dengan negara lain. Dihadapkan pada
hakekat kepentingan yang berbeda dapat memicu timbulnya konflik.
Kerawanan yang dapat dimanfaatkan pihak ketiga untuk
dieksploitir kearah suatu krisis adalah pencurian kekayaan alam, penyelundupan,
perompakan, perdagangan narkoba dan kejahatan transnasional dihadapkan
lemahnya sistim pengawasan dan pertahanan negara dihadapkan pada luasnya
wilayah negara.
Kerawanan
di bidang Hankam, yaitu isu perompakan, perdagangan narkoba dan pencurian terhadap kekayaan Negara yang dapat
diangkat ke permukaan oleh pihak ketiga untuk mendiskreditkan kewibawaan
pemerintah RI dalam penanganan kejahatan di laut lepas, yang apabila tidak
disikapi dengan benar dapat berubah menjadi suatu krisis regional.
Kerawanan
dibidang idiologi, yaitu pulau-pulau terpencil berpenghuni yang jauh dari
pemantuan sangat dimungkinkan dapat dimanfaatkan oleh pihak asing/ketiga untuk
memasukkan idiologi selain pancasila melalui kegiatan-kegiatan misionaris. Apabila idiologi tersebut dapat meresap
kedalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari dapat menjadi ancaman bagi
kehidupan berbangsa, untuk itu perlu adanya suatu rumusan tentang peningkatan suatu Kewaspadaan Nasional pada
seluruh masyarakat yang berada di wilayah perbatasan, agar senantiasa mereka
yang tinggal di wilayah perbatasan dapatnya memahami perkembangan situasi
nasional yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia, sehingga
setiap Indivisu masyarakat di wilayah perbatasan dapat menolak dan mewaspadai setiap
upaya – upaya yang mempengaruhi masyarakat kepada tujuan subversi suatu kelompok tertentu.
Kerawanan yang berdampak terhadap
SDM yang berada di wilayah perbatasan. Penduduk yang berada di wilayah perbatasan
dengan dihadapkan dengan berbagi kesulitan dan keterbatasan yang ada sehingga
sangat memungkinkan mereka yang berada di wilayah perbatasan sangat mudah
dipengaruhi dengan berbagai issu yang akan menyudutkan terhadap kewibawaan
pemerintahan, untuk itu adanya perhatian dan rumusan yang secara khusus tentang
metoda tertentu atau suatu jenis pendidikan yang dapat mengejar ketertinggalan
mereka pada strata pendidikan dengan wilayah yang lain dalam arti pada setrata
nasional yang secara spesifik dapat
mempelajari tentang karakter tentang kehidupan masyarakat perbatasan agar
mereka dapat menangkal setiap kemungkinan adanya penanganan subversi dengan
segala bentuk perkembangannya dari waktu
– kewaktu, sehingga masyarakat yang berada di daerah perbatasan senantiasa
memiliki format yang up to date dalam
memberantas upaya subversi terhadap
negara dengan berbagai bentuknya.
Kerawanan
dibidang Sosial Budaya adalah munculnya klaim dari
negara lain terhadap pulau-pulau terluar negara Indonesia atau eksplorasi
sumber daya alam kita oleh perusahaan asing dikarenakan lemahnya sistim
pengawasan dan pertahanan negara dihadapkan pada luasnya wilayah negara. Pihak ketiga yang memanfaatkan kondisi ini adalah
perusahan multi nasional dibidang eksplorasi minyak lepas pantai dan
penangkapan ikan. Ada 12 pulau terluar Indonesia yang rawan terhadap klaim dari
negara lain. Pulau Rondo(Nanggroe Aceh Darussalam) yang berbatasan dengan
India, Berhala (Sumatra Utara) yang berbatasan dengan Malaysia, Pulau Nipah
(Kepulauan Riau) yang berbatasan dengan Singapura, Pulau Sekatung (Kepulauan
Riau) yang berbatasan dengan Vietnam, Pulau Marampit (Sulawesi Utara) yang
berbatasan dengan Filipina dan Pulau Marore (Sulawesi Utara) yang berbatasan
Filipina. Selain keenam pulau tersebut,
enam titik terluar yang mendapat prioritas khusus adalah Pulau Miangas
(Sulawesi Utara) , Pulau Fani (Irian Jaya Barat), Pulau Fanildo (Papua), Pulau
Bras (Papua) , dan Pulau Dana Rote serta Pulau Batek (Nusa Tenggara Timur) yang
berbatasan dengan Australia dan Timor Leste.
Perhatian khusus terhadap 12 titik terluar dari wilayah Indonesia itu
tidak semata didasarkan pada rawan tidak rawan, melainkan agar 12 titik terluar
itu tidak sampai lepas ke pihak asing baik melalui pendudukan maupun kegiatan
wisata di daerah tersebut.
Untuk menjawab
pertanyaan diatas, maka pertama – tama perlu kiranya terlebih dahulu di pahami
pengertian dari Ketahanan Nasional.
Ketahanan Nasional Indonesia merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia
yang berisi keuletan dan ketangguhan,
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi
dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan baik yang
datang dari luar
mapun dari dalam, yang
langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, indentitas,
kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 45. Dalam pengertian
tersebut, dapat pula ditarik pemahaman yang sejalan bahwa ketahanan nasional
merupakan suatu kondisi kehidupan yang dibina secara dini, terus menerus dan
sinergik, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional,
bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional. Ketahanan nasional
menjadi sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia, karena dengan ketahanan Nasional yang
tangguh, akan dapat menjamin bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan, serta dengan mantap membangun diri dan mencapai apa yang menjadi
Tujuan Nasionalnya.
PENUTUP
Dari penjelasan
diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Indonesia rentan terhadap
konflik. Ancaman – ancaman potensial
yang ada baik ancaman tradisional maupun non tradisonal dapat memicu timbulnya
konflik, apalagi apabila ada pihak luar yang mempunyai kepentingan bermain didalamnya, maka konflik
yang ada dapat segera membesar dan menjadi konflik vertikal, konflik horisontal
maupun konflik antar negara. Untuk dapat
menyelesaikan permasalahan konflik terutama yang berada diwilayah perbatasan diperlukan
penangan yang secara matang untuk “ mengelola
konflik di perbatasan “ sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara tuntas
dan komprehensif.
Free Slots for Fun - Lucky Club Live Casino Site
BalasHapusFind out more about Lucky Club and play free slots for fun online. luckyclub.live Play hundreds of your favourite games for free or for real money on our site.