Senin, 07 November 2016

contoh essay Terorisme


OPTIMALISASI UPAYA BINTER KODIM 1605/BELU DALAM RANGKA MENCEGAH TERORISME DAN RADIKALISME DI WIL PERBATASAN RI – RDTL

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu dan teknologi yang demikian cepat pada era globalisasi ini, memberikan pengaruh yang sedemikian besar terhadap peradaban manusia di muka bumi ini dalam menjalankan kehidupannya. Khususnya dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang seakan-akan telah mendekatkan jarak, waktu dan ruang hanya dalam hitungan waktu yang sangat singkat. Arus informasi sudah tidak bisa dibendung dan dihalangi, hal ini tentu memberikan kemudahan dalam mengakses informasi walaupun terpisahkan oleh jutaan mil dan perbedaan waktu. Banyak sekali hal positif yang bisa dirasakan manfaatnya, akan tetapi siapa yang dapat membantah ekses negatif senantiasa menyertai dalam setiap perkembangannya.  Tugas manusia yang seharusnya disadari adalah mencegah ekses negatif yang timbul dapat diminimalisasi, bukankah suatu yang tidak mungkin menghilangkan sama sekali ekses negatif tersebut.  Dalam kaitannya dengan keadaan bangsa Indonesia, kemajuan ilmu dan teknologi seyogyanya mampu mempercepat atau memberi arah pada perwujudan cita-cita luhur bangsa. Yaitu mewujudkan masyarakat adil, sejahtera yang bersendikan ideologi bangsa, yakni Pancasila.
Di tengah gencarnya era globalisasi tersebut, dan perkembangan IPTEK bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai isu keamanan yang akan berdampak terhadap kehidupan nasional. Guna menghadapi sejumlah isu keamanan di wilayah perbatasan tersebut, pemerintah telah menerapkan berbagai undang-undang atau aturan dan kebijakan yang  bertujuan untuk menjaga kehormatan negara, menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta untuk melindungi keselamatan bangsa dari setiap ancaman baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Arus globalisasi yang mendunia ini, juga membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan bangsa Indonesia, ditengah – tengah pergaulan dan Interaksinya dengan dunia Internasional.    Globalisasi yang menerpa Indonesia seolah – olah telah menggeser zaman ideologi menjadi zaman ekonomi, dimana tujuan utama setiap bangsa saat ini lebih diarahkan kepada pengembangan ekonominya, tanpa diikuti pengembangan nilai – nilai ideologi dasar yang melekat pada bangsa tersebut.   Sebagai bangsa yang memiliki kemajemukan dalam susunan masyarakatnya,  dari segi budaya , bahasa dan agama, dan dengan Ideologi yang terbuka yaitu Pancasila,  bangsa Indonesia sangatlah rentan terhadap pengaruh dari luar yang tidak seiring dengan budaya bangsa Indonesia sendiri.   Reformasi yang bergulir, yang mengangkat simbol – simbol kebebasan menyatakan pendapat, keterbukaan Informasi, pembasmian KKN, serta penegakan supremasi Hukum , telah membawa perubahan – perubahan yang mendasar bagi  bangsa Indonesia, dimana perubahan tersebut ada yang membawa pengaruh positif, akan tetapi juga banyak membawa pengaruh yang negatif.   Sebagai contoh adalah dilakukannya amandemen pada batang tubuh UUD 1945, bahkan ada upaya – upaya dari sekelompok masyarakat tertentu yang ingin merubah UUD 45 secara total dengan UUD yang baru.  Kondisi ini jika tidak disikapi secara baik, dapat membawa dampak yang sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia, yaitu terjadinya disintegrasi bangsa.

a.         Kondisi Daerah saat ini.
1)         Aspek wilayah.  Secara astronomis Kabupaten Belu dan Malaka terletak pada 124° - 126° lintang selatan, dengan panjang perbatasan ± 145,1 km, memiliki topografi bervariasi, wilayah pedalaman berbukit-bukit, terjal, dan hutan yang lebat, sungai cukup lebar berkisar 7 s.d 100 meter.  Pada umumnya wilayah perbatasan Kabupaten Belu dan Malaka yang ada dalam teritorial Kodim 1605/Belu, belum mendapat perhatian secara proposional. Kondisi ini terbukti dari penanganan infrastruktur dasar sosial oleh pemerintah pusat maupun daerah masih bersifat sektoral, fasilitas yang dibangun oleh pemerintah pusat tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah daerah. Hal positif adalah kesepakatan pal batas darat dari kedua wilayah tersebut dengan pihak RDTL sudah menunjukan perkembangan yang signifikan, tinggal beberapa segmen yang masih terus diupayakan pembahasan seperti delta sungai Malibaka di daerah Dilomil Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu. Kabupaten Belu dan Malaka merupakan wilayah terdepan yang berbatasan dengan RDTL masih menghadapi permasalahan yang kompleks. Daerah sepanjang perbatasan memiliki keterbatasan infrastruktur, aksesbilitas transportasi dan komunikasi yang cukup jauh dengan pusat ekonomi dan pemerintahan membuat kondisi sosial ekonomi masyarakat belum sepenuhnya merasakan hasil-hasil pembangunan. Satu permasalahan utama yang dihadapi sepanjang perbatasan RI – RDTL baik di Kabupaten Belu maupun Kabupaten Malaka adalah kemiskinan (tingginya jumlah keluarga pra sejahtera dan kesenjangan sosial ekonomi). Oleh karenanya, pengembangan wilayah perbatasan tidak dapat dilakukan secara parsial. Pengelolaannya juga harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan secara komprehensif agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka, karena konsepsi pengembangan daerah perbatasan antar negara terkait dengan kehidupan masyarakat, kepastian hukum, dan berbagai problematikanya selain pelibatan aspek pertahanan dan keamanan mengingat daerah di sepanjang perbatasan antar negara berpontensi konflik.

2)         Aspek Demografi.  Ditinjau dari segi budaya dan antropologis, penduduk Kabupaten Belu dan Malaka dalam susunan masyarakatnya terbagi atas 4 etnik besar yaitu Suku Tetun, Suku Kemak, Suku Bunak, dan Suku Dawan Manlea. Keempat sub etnik mendiami lokasi-lokasi dengan karakteristik tertentu dengan kekhasan penduduk bermayoritas penganut agama Katolik. Masing-masing etnik tersebut mempunyai bahasa dan paraktek budaya yang saling berbeda satu sama lain. Walaupun demikian dalam kehidupan sehari-hari mereka saling menerima karena ada kesamaan dan kedekatan bahasa yaitu bahasa Tetun sebagai bahasa daerah yang dapat dikomunikasi hampir semua etnik yang ada. Ada hubungan kekerabatan genealogis antar warga serta kesamaan adat istiadat terutama agama.  Jumlah penduduk Kabupaten Belu dan Malaka ± 357.630 jiwa, bermukim secara tersebar di desa-desa dengan konsentrasi di ibu kota kabupaten dan kecamatan. Hidup menurut suku-suku dan hubungan genealogis dengan pola hidup yang masih tradisional. Sementara penduduk pendatang lebih banyak di ibu kota kabupaten yang berasal dari berbagai etnis di Indonesia. Penduduk asli mayoritas bekerja sebagai petani, sementara penduduk pendatang lebih banyak bergerak di sektor swasta selain sebagai pegawai negeri. Penduduk Kabupaten Belu dan Malaka mengalami pertambahan yang sangat besar ketika terjadi eksodus dari Timor-Timur (RDTL) pada tahun 1999 saat mengalami kekalahan jejak pendapat.
3)         Aspek Ideologi. Kawasan perbatasan merupakan obyek yang sangat sensitif dari berbagai hal dan dapat dimanfaatkan oleh siapapun untuk mencari sensasional atau keuntungan dari keterbatasan. Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke wilayah perbatasan dapat menyebabkan masuknya  pemahaman ideologi lain seperti paham komunis ataupun liberal kapitalis, yang dapat mengancam kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara dari masyarakat Indonesia yang tinggal di sepanjang wilayah perbatasan negara.            Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia di era reformasi saat ini bukan lagi sebagai azas tunggal, walaupun  sudah diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, namun nilai-nilai pancasila cendrung diabaikan, masyarakat terutama kalangan generasi muda enggan untuk membicarakan pancasila. Dengan kemajuan teknologi dan perkembangan global yang semakin tak terbendungkan perlu diwaspadai paham liberalisasi dan kapitalisme yang cendrung menciptakan situasi yang menginginkan dirubahnya ideologi pancasila. Penghayatan pancasila saat ini tidak lagi aktual seperti dahulu karena tidak seirama kata dan perbuatan dari para penyelenggara negara. Oleh karena itu perlu adanya suatu metode pembinaan tentang ideologi Pancasila yang terus menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang terpenting adalah adanya sikap keteladanan dari para pemimpin disetiap strata pemerintahan.

4)         Aspek Politik.  Perkembangan situasi politik di perbatasan khususnya Kabupaten Belu dan Malaka mengalami perkembangan yang cukup tinggi yang diwarnai dengan isu demokratisasi dan otonomi daerah. Perkembangan yang ada cendrung mengarah kepada pemikiran primodialisme dan ego sektoral dan pemaksaan kehendak. Kepala daerah tidak lagi taat (loyal) pada pemerintah pusat dan peraturan perundang-undangan yang ada pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah yang dipahami oleh daerah cendrung melebihi aturan yang ditetapkan (kebablasan) dengan terjadi banyak penyalagunaan wewenang yang ditandai dengan tertundanya pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari kedua daerah otonom yang ada sebagai momen masyarakat Belu dan Malaka dalam berdemokrasi. Penyimpangan lain dari hakikat otonomi adalah semakin maraknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Hal ini bila tidak disikapi dapat memicu terjadinya permasalahan yang meliputi konflik horisontal maupun vertikal yang berdampak terhadap disintgrasi bangsa. Dampak lain dari lemahnya kebijaksanaan pemimpin lokal dalam penundaan pemilihan kepala daerah adalah krisis kepercayaan dan kurangnya wibawa pemerintah daerah di kalangan masyarakat. Lembaga politik yang diharapkan sebagai penyalur aspirasi pun demikian, para politikus memiliki kecendrungan berpikir dan berprilaku dalam kerangka kepentingan golongan atau partai. Wawasan kebangsaan dan nasionalisme semakin memudar, hal ini ditandai dengan pola pikir yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan nasional.

5)         Aspek ekonomi.  Wilayah perbatasan pada umumnya merupakan daerah terbelakang, yang ditandai dengan : (1) Lokasinya yang relatif terpencil, (2) Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, (3) Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), (4)  Langkanya informasi tentang pemerintahan dan pembangunan masyarakat. Daerah perbatasan Kabupaten Belu dan Malaka dengan RDTL, secara umum masih belum berkembang, namun relatif lebih baik dibandingkan dengan kawasan perbatasan di wilayah RDTL. Kegiatan perdagangan barang dan jasa pada kedua wilayah perbatasan telah berlangsung dan disediakan oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang cukup tinggi. Dengan tumbuhnya kegiatan perdagangan di wilayah perbatasan menjadikan sebagian masyarakat beralih profesi dari kegiatan bertani menjadi pedagang. Sedangkan RDTL sampai dengan saat ini perhatian dan bantuan dari dunia internasional termasuk PBB masih cukup tinggi karena negara baru, maka dalam jangka panjang wilayah perbatasan ini perlu diantisipasi sebagai negara tetangga yang cepat berkembang sehingga akan mempengaruhi masyarakat Indonesia yang hidup di perbatasan. Perbandingannya adalah kawasan fatululi, memo, dan sisi sebagai kawasan perbatasan terpencil dari RDTL telah mendapat penerangan/jaringan listrik negara. Dengan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme sehingga daerah perbatasan sering dijadikan sebagai pintu masuk atau transit pelaku kejahatan.

6)         Aspek sosial budaya. Dari sudut pandang struktur masyarakat (stratifikasi sosial) Kabupaten Belu dan Malaka memiliki klasifikasi masyarakat atas 3 golongan yang secara hirarkis terdiri dari : (a) Dasi atau golongan bangsawan yang menempati lapisan terpusat. Dari kelompok inilah terpilih Loro / Liurai / Na’i yang akan memangku jabatan kepemerintahan secara turun temurun. (b) Kelompok kedua adalah golongan Renu yang tidak lain adalah rakyat jelata yang merdeka. Dan (c) Golongan ketiga adalah Ata atau Klason merupakan kelompok hamba sahaya. Dalam golongan ini biasanya merupakan tawanan perang yang dijadikan budak untuk melayani kebutuhan masyarakat golongan Dasi dan Renu. Dengan stratifikasi sosial yang ada sangat mempengaruhi pola pikir dan prilaku hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada aspek sosial budaya yang lain, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan perbatasan belum mengenyam pendidikan yang memadai karena sarana pendidikan masih relatif terbatas, dan bila ada baru pada tingkat sekolah dasar dengan tenaga pendidik/guru yang sangat kurang. Fasilitas kesehatan, sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi pun masih sangat terbatas. Kondisi yang demikian dapat menghambat terwujudnya stabilitas wilayah perbatasan dan pertahanan keamanan negara.

7)         Aspek pertahanan dan keamanan. Wilayah perbatasan Kabupaten Belu dan Malaka cukup panjang. Pola penyebaran penduduk tidak merata, sehingga mengakibatkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Aktivitas yang ada di perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan dan eksistensi NKRI. Aspek pertahanan yang lain, daerah perbatasan rawan akan penyelundupan dan kriminal lainnya termasuk kemungkinan aksi terorisme, sehingga perlu adanya kerjasama yang terpadu antara lembaga yang terkait dalam penanganannya.




b.         Upaya Kodim 1605/Belu dalam mencegah masuknya terorisme di wilayah Kab Malaka dan Belu.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi efek globalisasi ini bagi bangsa Indonesia adalah dengan  membangun dan meningkatkan ketahanan nasional bangsa, yang diimplementasikan dengan ideologi Pancasila, dimana dengan terbangunnya ketahanan nasional tersebut maka akan dapat memberikan efek tangkal terhadap pengaruh negatif dari globalisasi tersebut terutama terhadap warga Indonesia yang berada di wilayah perbatasan dengan negara lain seperti RI-RDTL.
Ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia diperkirakan lebih besar kemungkinan berasal dari ancaman non-tradisional, baik yang bersifat lintas Negara ( RI-RDTL) maupun yang timbul di dalam negeri. Konflik didalam negeri  mudahnya masyarakat Indonesia dipicu oleh kerawanan sosial budaya , ancaman disintegrasi bangsa dan   isu SARA yang hal ini menjadikan konflik berkepanjangan seperti yang pernah terjadi di Ambon dan Poso. Sedangkan yang bersifat lintas negara sering kali disebabkan dengan adanya perbedaan kepentingan antar negara, dimana letupan-letupan kecil yang terjadi dilapangan di wilayah perbatasan sering kali begitu mudahnya dapat memicu konflik antar negara, seperti halnya Indonesia  dengan Timor Leste, masih sering terjadi konflik perbatasan yang perlu pembenahan dan penanganan yang lebih serius oleh kedua bangsa dan isu batas wilayah negara dengan pulau-pulau terluar Indonesia yang masih lemah di dalam pengawasannya. 

            Berkaitan dengan uraian diatas, maka tulisan singkat ini berupaya untuk menjawab permasalahan tentang : Bagaiamana upaya Binter Kodim 1605/Belu dalam rangka mencegah terorisme dan radikalisme di wilayah perbatasan RI-RDTL?
            Untuk menjawab pertanyaan–pertanyaan tersebut diatas, berbagai kerawanan yang akan memicu adanya diintergrasi bangsa dari  ancaman   dan   gangguan   dimasa  mendatang meliputi : a. Terorisme, b. Gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI, c. Aksi radikalisme yang berlatar belakang primordial etnis, RAS dan agama serta ideologi di luar Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri, d. Konflik komunal, e. Kejahatan lintas negara, seperti penyelundupan barang, senjata, amunisi dan bahan peledak, penyelundupan manusia, narkoba, pencucian uang dan bentuk-bentuk kejahatan terorganisasi lainnya, f. Kegiatan imigrasi gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan maupun batu loncatan ke negara lain, g. Gangguan keamanan laut, h. Gangguan keamanan udara, i.  Perusakan lingkungan, dan j. Bencana alam dan dampaknya terhadap keselamatan bangsa.

            Belum tuntasnya penentuan garis batas suatu negara terhadap negara lain dapat berpotensi menjadi sumber permasalahan hubungan keduanya di masa mendatang. Demikian halnya dengan Indonesia dan Timor Leste, sejak terbentuknya negara baru Timor Leste terjadi pula perubahan status perbatasan, yang semula hanya merupakan perbatasan daerah kini menjadi perbatasan antar negara yang berimplikasi pada kedaulatan negara, hal ini secara tradisional belum sepenuhnya disadari oleh penduduk diwilayah yang saling berseberangan tersebut, dikarenakan perasaan serumpun, sehingga pelintasan batas negara dan penyelundupan dianggap suatu hal yang wajar oleh sekelompok orang yang hanya mementingkan akan kelompoknya , namun apabila sudah terjadi ekses negatif dilapangan, hal tersebutlah yang akan memicu konflik antar negara.

            Konflik yang mungkin timbul dalam hubungan  antar bangsa yaitu konflik yang berbasis : (1)  Politik : Setiap negara mempunyai kepentingan masing-masing, dalam menjalankan kebijakan politik luar negerinya tentu akan terdapat perbedaan kepentingan yang dapat memicu timbulnya konflik, (2)  Ekonomi :  Kondisi perekonomian yang tidak seimbang antara Indonesia dan Timor Leste dapat menyebabkan terjadinya penyelundupan, pelanggaran lintas batas dikarenakan penduduk Timor Leste berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik di Indonesia, perbedaan nilai tukar mata uang di perbatasan yang dapat memicu timbulnya konflik antar negara, (3)  Sosial Budaya : Pemahaman penduduk sekitar perbatasan yang merasa masih satu rumpun yang tidak menyadari bahwa mereka sudah bukan satu negara lagi, dapat mengakibatkan adanya kegiatan lintas batas negara yang sebelumnya dianggap hal yang biasa saja, namun pada saat mereka melintasi pos perbatasan akan dapat terjadi permasalahan yang dapat memicu konflik, (4)  Hankam : masalah batas teritorial negara, baik batas wilayah darat, laut dan udara antara Indonesia dan Timor Leste belum dipetakan dan disetujui oleh kedua negara.

            Untuk dapat mengeliminir terjadinya konflik perbatasan tersebut tentunya diperlukan kerja sama dan saling membutuhkan pengertian antara kedua negara, dalam bentuk ; (1)  Pembentukan sutau Komisi untuk menerima    kebenaran fakta   dan    Rekonsiliasi    Timor    Leste,    yang bertujuan untuk  menyelesaikan permasalahan-permasalahan masa lalu, (2)  Pembangunan sistem lintas perbatasan antara RI-RDTL, tidak hanya yang reguler dengan pos-pos perbatasan, pos Bea cukai dan pos polisi semata, tetapi juga sistim lintas batas tradisional yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh masyarakat  yang berada di perbatasan RI-RDTL (3)  Penempatan pasukan pengamanan perbatasan sebagai alat penangkal dini pertahanan negara,  (4) Tindakan tegas sesuai aturan hukum yang berlaku terhadap pelaku penyeludupan yang memanfaatkan perbatasan negara, dan (5) Mengedepankan penyelesaian konflik secara diplomatik untuk tingkat negara dan penyelesaian secara adat untuk tingkat masyarakat.

            Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, baik pulau yang sudah berpenghuni dan memiliki nama maupun pulau yang belum berpenghuni dan tidak mempunyai nama.  Indonesia memiliki banyak pulau-pulau terluar yang tersebar di beberapa propinsi dan sekian banyak pulau tersebut diantaranya berbatasan langsung dengan negara lain.  Dihadapkan pada hakekat kepentingan yang berbeda dapat memicu timbulnya konflik.
            Kerawanan yang dapat dimanfaatkan pihak ketiga untuk dieksploitir kearah suatu krisis adalah pencurian kekayaan alam, penyelundupan, perompakan, perdagangan narkoba dan kejahatan transnasional dihadapkan lemahnya sistim pengawasan dan pertahanan negara dihadapkan pada luasnya wilayah negara.
            Kerawanan di bidang Hankam, yaitu isu perompakan, perdagangan narkoba dan  pencurian terhadap kekayaan Negara yang dapat diangkat ke permukaan oleh pihak ketiga untuk mendiskreditkan kewibawaan pemerintah RI dalam penanganan kejahatan di laut lepas, yang apabila tidak disikapi dengan benar dapat berubah menjadi suatu krisis regional.
            Kerawanan dibidang idiologi, yaitu pulau-pulau terpencil berpenghuni yang jauh dari pemantuan sangat dimungkinkan dapat dimanfaatkan oleh pihak asing/ketiga untuk memasukkan idiologi selain pancasila melalui kegiatan-kegiatan misionaris.  Apabila idiologi tersebut dapat meresap kedalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari dapat menjadi ancaman bagi kehidupan berbangsa, untuk itu        perlu adanya suatu rumusan tentang  peningkatan suatu Kewaspadaan Nasional pada seluruh masyarakat yang berada di wilayah perbatasan, agar senantiasa mereka yang tinggal di wilayah perbatasan dapatnya memahami perkembangan situasi nasional yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia, sehingga setiap Indivisu masyarakat di wilayah perbatasan dapat menolak dan mewaspadai setiap upaya – upaya yang mempengaruhi masyarakat  kepada tujuan subversi suatu kelompok tertentu.
            Kerawanan yang berdampak terhadap SDM yang berada di wilayah perbatasan. Penduduk yang berada di wilayah perbatasan dengan dihadapkan dengan berbagi kesulitan dan keterbatasan yang ada sehingga sangat memungkinkan mereka yang berada di wilayah perbatasan sangat mudah dipengaruhi dengan berbagai issu yang akan menyudutkan terhadap kewibawaan pemerintahan, untuk itu adanya perhatian dan rumusan yang secara khusus tentang metoda tertentu atau suatu jenis pendidikan yang dapat mengejar ketertinggalan mereka pada strata pendidikan dengan wilayah yang lain dalam arti pada setrata nasional  yang secara spesifik dapat mempelajari tentang karakter tentang kehidupan masyarakat perbatasan agar mereka dapat menangkal setiap kemungkinan adanya penanganan subversi dengan segala bentuk perkembangannya dari  waktu – kewaktu, sehingga masyarakat yang berada di daerah perbatasan senantiasa memiliki format yang up to date dalam memberantas  upaya subversi terhadap negara dengan berbagai bentuknya. 
            Kerawanan dibidang Sosial Budaya adalah munculnya klaim dari negara lain terhadap pulau-pulau terluar negara Indonesia atau eksplorasi sumber daya alam kita oleh perusahaan asing dikarenakan lemahnya sistim pengawasan dan pertahanan negara dihadapkan pada luasnya wilayah negara. Pihak ketiga yang memanfaatkan kondisi ini adalah perusahan multi nasional dibidang eksplorasi minyak lepas pantai dan penangkapan ikan. Ada 12 pulau terluar Indonesia yang rawan terhadap klaim dari negara lain. Pulau Rondo(Nanggroe Aceh Darussalam) yang berbatasan dengan India, Berhala (Sumatra Utara) yang berbatasan dengan Malaysia, Pulau Nipah (Kepulauan Riau) yang berbatasan dengan Singapura, Pulau Sekatung (Kepulauan Riau) yang berbatasan dengan Vietnam, Pulau Marampit (Sulawesi Utara) yang berbatasan dengan Filipina dan Pulau Marore (Sulawesi Utara) yang berbatasan Filipina.  Selain keenam pulau tersebut, enam titik terluar yang mendapat prioritas khusus adalah Pulau Miangas (Sulawesi Utara) , Pulau Fani (Irian Jaya Barat), Pulau Fanildo (Papua), Pulau Bras (Papua) , dan Pulau Dana Rote serta Pulau Batek (Nusa Tenggara Timur) yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste.  Perhatian khusus terhadap 12 titik terluar dari wilayah Indonesia itu tidak semata didasarkan pada rawan tidak rawan, melainkan agar 12 titik terluar itu tidak sampai lepas ke pihak asing baik melalui pendudukan maupun kegiatan wisata di daerah tersebut.
 Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka pertama – tama perlu kiranya terlebih dahulu di pahami pengertian dari Ketahanan Nasional.  Ketahanan Nasional Indonesia merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia yang berisi keuletan  dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan baik yang datang   dari   luar   mapun   dari   dalam, yang  langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, indentitas, kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.  Dalam pengertian tersebut, dapat pula ditarik pemahaman yang sejalan bahwa ketahanan nasional merupakan suatu kondisi kehidupan yang dibina secara dini, terus menerus dan sinergik, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional, bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional.    Ketahanan nasional menjadi sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia,  karena dengan ketahanan Nasional yang tangguh, akan dapat menjamin bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan, serta dengan mantap membangun diri dan mencapai apa yang menjadi Tujuan Nasionalnya.

PENUTUP
            Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Indonesia rentan terhadap konflik.  Ancaman – ancaman potensial yang ada baik ancaman tradisional maupun non tradisonal dapat memicu timbulnya konflik, apalagi apabila ada pihak luar yang mempunyai  kepentingan bermain didalamnya, maka konflik yang ada dapat segera membesar dan menjadi konflik vertikal, konflik horisontal maupun konflik antar negara.  Untuk dapat menyelesaikan permasalahan konflik terutama yang berada diwilayah perbatasan diperlukan penangan yang secara matang untuk “ mengelola konflik di perbatasan “ sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara tuntas dan komprehensif.




 
 


































1 komentar:

  1. Free Slots for Fun - Lucky Club Live Casino Site
    Find out more about Lucky Club and play free slots for fun online. luckyclub.live Play hundreds of your favourite games for free or for real money on our site.

    BalasHapus